Jumat, 16 Juli 2010

Pengamatan Data Curah Hujan untuk Kondisi Iklim di 5 Wilayah Indonesia

PENENTUAN PANJANG PENGAMATAN DATA CURAH HUJAN UNTUK MENGGAMBARKAN KONDISI IKLIM DI LIMA WILAYAH INDONESIA Oleh: Popi Rejekiningrum Balitklimat Online

Sistem penyimpanan data yang baik sangat diperlukan untuk bisa (i) meletakkan data pengamatan yang sedang berjalan ke dalam kontek data historis dan (ii) mendokumentasikan kondisi iklim pada suatu kondisi khusus misalnya saat berlangsung fenomena ENSO dan lain-lain. Ketersediaan sistem untuk mengakses data iklim sangat diperlukan agar semua pihak yang berkepentingan dapat memanfaatkan data untuk berbagai keperluan analisis. WMO menyarankan minimum diperlukan panjang pengamatan data iklim sekitar 30 tahun untuk dapat menggambarkan kondisi iklim Metode cepat untuk menentukan panjang minimum data yang diperlukan (Y) untuk suatu analisis ialah dengan menggunakan rumus regresi linear Y=(4.30t*log(R))2 + 6. Data yang digunakan adalah data curah hujan dari stasiun hujan/iklim yang mewakili pola monsunal yaitu stasiun BMG Jakarta, Talang Betutu Sumsel, dan Mauhau NTT dan pola ekuatorial yaitu stasiun Kendari Sultra dan Pontianak Kalbar. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada wilayah yang lebih kering dan pada bulan-bulan kering (musim kemarau) memerlukan panjang data yang relatif panjang dibandingkan bulan-bulan basah (musim hujan). Hal yang sama juga terjadi pada hujan musiman dimana hujan musiman pada bulan-bulan kering (JJA dan SON) memerlukan panjang data yang relatif lebih panjang dibandingkan DJF dan MAM untuk menggambarkan kondisi iklim di wilayah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your Ad Here