Jumat, 16 Juli 2010

Prakiraan Musim Kemarau 2010 pada Lahan Sawah di Sumatera Jawa dan Kalimantan

PRAKIRAAN MUSIM KKEMARAU 2010 pada LAHAN SAWAH di SUMATRA JAWA dan KALIMANTAN Oleh Balitklimat Online

Kondisi Aktual Indikator Iklim Global Selama periode Juni sampai November 2009 kondisi El Nino lemah terjadi di wilayah Nino 3.4. Kondisi ini terus menguat sampai bulan Januari 2010 dimana anomali suhu muka laut mencapai +1.7 yang masuk kategori El Nino sedang. Memasuki bulan Februari 2010 kondisi El Nino mulai melemah. Sedangkan kondisi dipole mode/ DM cukup berfluktuasi, pada bulan September sampai Desember 2009 pada kisaran negatif dan bulan Februari positif, memasuki bulan Februari menunjukkan tren yang netral. Untuk semua lokasi ENSO pada umumnya menunjukkan tren melemah dan anomali SST di lautan Hindia selatan Sumatera cenderung mendingin terutama di bagian barat ekuator. Gambar 1. Perkembangan anomali suhu muka laut Pasifik di zona Nino 3.4. dan dipole mode sampai Februari 2010. Pada saat ini walaupun kondisi El-Nino positif di Pasifik yaitu 27.83oC, namun suhu perairan Indonesia lebih hangat yaitu 29.18o C sehingga pengaruh El Nino dapat diimbangi dan kondisi hujan di wilayah Indonesia tidak terpengaruh secara signifikan.

Pengamatan Data Curah Hujan untuk Kondisi Iklim di 5 Wilayah Indonesia

PENENTUAN PANJANG PENGAMATAN DATA CURAH HUJAN UNTUK MENGGAMBARKAN KONDISI IKLIM DI LIMA WILAYAH INDONESIA Oleh: Popi Rejekiningrum Balitklimat Online

Sistem penyimpanan data yang baik sangat diperlukan untuk bisa (i) meletakkan data pengamatan yang sedang berjalan ke dalam kontek data historis dan (ii) mendokumentasikan kondisi iklim pada suatu kondisi khusus misalnya saat berlangsung fenomena ENSO dan lain-lain. Ketersediaan sistem untuk mengakses data iklim sangat diperlukan agar semua pihak yang berkepentingan dapat memanfaatkan data untuk berbagai keperluan analisis. WMO menyarankan minimum diperlukan panjang pengamatan data iklim sekitar 30 tahun untuk dapat menggambarkan kondisi iklim Metode cepat untuk menentukan panjang minimum data yang diperlukan (Y) untuk suatu analisis ialah dengan menggunakan rumus regresi linear Y=(4.30t*log(R))2 + 6. Data yang digunakan adalah data curah hujan dari stasiun hujan/iklim yang mewakili pola monsunal yaitu stasiun BMG Jakarta, Talang Betutu Sumsel, dan Mauhau NTT dan pola ekuatorial yaitu stasiun Kendari Sultra dan Pontianak Kalbar. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada wilayah yang lebih kering dan pada bulan-bulan kering (musim kemarau) memerlukan panjang data yang relatif panjang dibandingkan bulan-bulan basah (musim hujan). Hal yang sama juga terjadi pada hujan musiman dimana hujan musiman pada bulan-bulan kering (JJA dan SON) memerlukan panjang data yang relatif lebih panjang dibandingkan DJF dan MAM untuk menggambarkan kondisi iklim di wilayah tersebut.

Rabu, 14 Juli 2010

Model Prakiraan Curah Hujan Bulanan di 10 Kabupaten

PERFORMA MODEL PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULANAN DI 10 KABUPATEN Oleh Woro Estiningtyas Balitklimat Online

Validasi model prakiraan curah hujan bulanan dibahas dalam tulisan ini, dengan pendekatan metode Filter Kalman, serta dibandingkan dengan 4 metode lain, yaitu : ARIMA, ANFIS,Transformasi Wavelet dan ANFIS ITB yang merupakan hasil dari validasi model iklim multi teknik kerjasama dengan Badan Meteorologi dan Geofisika. Sepuluh kabupaten yang tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan digunakan sebagai lokasi studi, masing-masing dengan 3 hingga 4 tipe hujan di setiap kabupaten. Parameter yang digunakan untuk melihat performa model adalah koefisien korelasi validasi (r) dan Root Mean Square Error (RMSE). Data yang digunakan untuk validasi adalah data curah hujan bulanan tahun 2005. Hasil validasi dengan metode filter Kalman menunjukkan bahwa model yang paling banyak digunakan untuk menghubungkan SST Nino 3.4 sebagai input dan curah hujan sebagai output adalah model Output Error (OE). Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan bahwa nilai r tertinggi sebesar 0,89; dan yang terendah sebesar -0,83. Untuk nilai RMSE terendah sebesar 60,4 dan yang tertinggi sebesar 185. Untuk sebaran performa kalman filter mempunyai r diatas 0,8 sebesar 32,3% dan r dibawah 0,5 sebesar 16,1%. Untuk data RMSE dibawah 100 sebesar 46,9% dan diatas 150 sebesar 18,8%. Sebaran ini menunjukkan bahwa performa kalman filter untuk memprediksi curah hujan cukup baik. Validasi beberapa metode prediksi hujan bulanan menghasilkan nilai koefisien korelasi (r) > 0,75 masing-masing adalah: ARIMA 32%, ANFIS 11%, WAVELET 14%, Filter Kalman 38% dan ANFIS-ITB 30%. Sedangkan untuk nilai RMSE < 100%, masing-masing model menghasilkan persentase : ARIMA 19%, ANFIS 11%, WAVELET 8%, Filter Kalman 38% dan ANFIS-ITB 30%. Dari dua parameter yang dibandingkan tersebut mengindikasikan bahwa model filter Kalman menghasilkan performa yang cukup baik. 
Kata kunci: Filter Kalman, SST Nino 3.4, curah hujan, validasi, ANFIS, Transformasi Wavelet

Selasa, 13 Juli 2010

Land Resources Information System in Agricultural Development Indonesia

LAND RESOURCES INFORMATION SYSTEMS AS DECISION SUPPORT TOOL IN AGRICULTURAL DEVELOPMENT IN INDONESIA By Istiqlal Amien and E. Runtunuwu Indonesian Agroclimate and Hydrology Research Institute Balitklimat Online

Agriculture in Indonesia that withstands the prolonged economic crisis is unable to crater the still growing market demands. Domestically the agriculture is also threatened by better quality imported agricultural products. This is among other because of the very limited agricultural land that often inappropriately utilized. Except for few commodities, agriculture initially was the cater the basic need of the farmers. Therefore, many were intended to produce the daily need of the farmers such as food without much consideration on the advantages of the existing resources. In the area of globalization and with increasing awareness of environment safety the agriculture is urgently need to be oriented. The land resources should be utilized correctly with appropriate management to produce commodities that are able to compete in wider markets. For that purpose, land resources information with the utilization alternatives is imperative. Land information such as soil, water and climate has been collected separately in the past. But it was very difficult for the users to digest the  information that was not always systematically prepared. Therefore, with agroecological approach that combines information on physiography, climate, and soil land resource information system was initiated. This information can be fed into the expert system model to delineate areas for conservation and production forests, perennial crop plantations, agroforestry and annual crop farming. Further crop options for particular agricultural systems, as well as cropping patterns for annual crops can be generated. Combination between the product agroecological map and present land use delineates the under, proper, and over utilization areas.

Anomali Curah Hujan Periode 2010-2040 di Indonesia

Anomali Curah Hujan Periode 2010-2040 di Indonesia Oleh : Haris Syahbuddin dan Tri Nandar Wihendar Balitklimat Online

Sejak tahun 1980an para pemerhati dan peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spatial maupun temporal, seperti peningkatan temperatur udara, evaporasi dan curah hujan. Menjadi hal sangat krusial mengetahui besaran anomali curah hujan yang akan terjadi pada masa datang di wilayah Indonesia dalam skala global menggunakan model prakiraan iklim yang dikembangkan berdasarkan keterkaitan proses antara atmosfer, laut, dan kutub dengan memperhatikan evolusi yang proporsional dari peningkatan konsentrasi CO2 di trophosfer. Penelitian desk studi simulasi zonasi curah hujan untuk periode 1950-1979 dan periode 2010-2039 beserta anomalinya terutama untuk musim hujan (Maret sampai Oktober) dilaksanakan pada tahun 2002. Anomali zonasi curah hujan merupakan selisih kejadian hujan (mm) pada periode inisial (1950-1979) dengan periode berikutnya (2010-2039), dengan menggunkan model ARPEGE (Action de Recherche Petite Echelle Grande Echelle) Climat versi 3.0. Besaran curah hujan yang ditampilkan merupakan keadaan curah hujan rataan bulanan pada kedua periode tersebut. Koordinat yang dipilih berkisar antara 25° Lintang Utara dan Lintang Selatan serta berkisar 150° Bujur Timur. Selain itu, dianalisis zonasi temperatur maksimal dan temperatur minimal untuk ketinggian 2 m di atas permukaan tanah dan evaporasi (mm). Untuk melihat perubahan frekuensi kejadian hujan sepanjang tahun 1980 sampai 2000 pada kondisi lapang, dilakukan analisis frekuensi untuk parameter curah hujan dan temperatur pada dua periode pengamatan: periode 1980-1990 dan 1991-2000. Data iklim hasil pengamatan tersebut diperoleh dari stasiun klimatologi Tamanbogo, Lampung Tengah (105°05’ BT ; 5°22’ LS ; 20 m dpl) dan Genteng, Jawa Timur (114°13’ BT ; 8°22’ LS ; 168 m dpl). Pada periode 2010-2039 diprakirakan akan terjadi peningkatan jumlah curah hujan di atas wilayah Indonesia, yang ditandai dengan perubahan zonasi wilayah hujan dengan anomali positip zona konveksi, peningkatan temperatur, dan evaporasi terutama pada zona konveksi tertinggi di sepanjang selat Malaka, Laut Banda, Laut Karimata, dan Laut Arafura. Perubahan kualitas dan kuantitas curah hujan, khususnya curah hujan 100-150 mm/hari secara signifikan (59% dan 100%) pada stasiun sinoptik Tamanbogo dan Genteng telah terjadi pada periode 1991-2000. Langkah antisipasi limpahan curah hujan yang lebih besar dapat dilakukan secara serentak melalui pendekatan lingkungan dan kemasyarakatan. 
Kata Kunci : Anomali curah hujan, simulasi, Model ARPEGE climate version 3.0

Senin, 12 Juli 2010

Pengelolaan SDA dan Hidrologi Untuk Mendukung Primatani di Aceh

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKLIM DAN HIDROLOGI UNTUK MENDUKUNG PRIMATANI KABUPATEN BENER MERIAH NAD Oleh Nasrullah, dan Budi Kartiwa Balitklimat Online

Usaha-usaha pendayagunaan sumberdaya air di lahan kering pada umumnya dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan air, memperpanjang masa tanam, menekan risiko kehilangan hasil, dan untuk menciptakan sistem usahatani lahan kering berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan cara : (1) mengatur jumlah dan waktu aliran antara lain melalui pengelolaan dan penggunaan tanah yang baik, dan (2) memaksimalkan pemanfaatan air melalui cara-cara yang efisien sesuai dengan kondisi wilayah setempat. Potensi sumberdaya air suplementer terutama air tanah dapat diidentifikasi melalui survey geolistrik dengan menggunakan peralatan digital untuk mengetahui sebaran, volume, dan kedalaman air tanah. Potensi air tanah yang ada selanjutnya dapat digunakan untuk pengembangan irigasi suplementer di lahan kering. Untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutan pertanian lahan kering perlu didukung oleh sumber irrigasi suplementer antara lain dengan pengembangan teknologi dam parit (channel reservoir). Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air dapat dilakukan dengan cara menyusun skenario pemberian air irigasi sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air terutama pada fase kritis pertumbuhannya. Berdasarkan hasil pengamatan potensi sumberdaya air permukaan di lahan kering kecamatan Bukit, NAD pada umumnya menunjukkan bahwa potensi sumberdaya air yang ada dapat dipergunakan sebagai sumber irigasi suplemen terutama pada saat musim kemarau. Potensi sumberdaya air berasal dari curah hujan dan dari aliran permukaan di kecamtan Tanyung cukup melimpah. Hasil pengukuran di musim kemarau menunjukkan bahwa potensi aliran permukaan di Sungai dan Anak-anak sungai di lokasi survei i mencapai 32 liter/detik – 756 liter/detik. Pola tanam yang biasa dan sudah lama diterapkan di lokasi sekitar Lab. Agribisnis Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah NAD, adalah Padi – Jagung- Bera; Padi – Cabe- Bera ; dan Padi – Jagung-Jagung. Total kebutuhan air irigasi selama 1 siklus pertumbuhan padi pada musim tanam I sebesar 6.748 m3/ha terdiri dari kebutuhan air untuk tanaman sebesar 3.723 m3/ha, dan kebutuhan air untuk penggenangan sebesar 3.025 m3/ha.

Kamis, 01 Juli 2010

AERO - HYDROPONICS TECHNOLOGY OF THE FUTURE

Aero-Hydroponics The Method of the Future by Lawrence L. Brooke

Aero-hydroponic systems can be built using quite a variety of materials and in numerous design configurations. The Ein Gedi "Mini Unit" which was used at UCD for dissolved oxygen studies is a stand-alone module which supports four plants in 10 liters of nutrient solution.
An electric motor mounted on the top of the unit spins a nutrient sprayer, which lifts nutrient solution and sprays it onto the "aerial roots." Additionally, the rotation causes the nutrient within the unit to stir, moving it constantly over the submerged roots.
Large-scale aero-hydroponic systems follow the design of the commercial installation at Ein Gedi. These commercial systems consist of "canals" or growing chambers with plant sites on top. A pump provides the pressure to drive a system of sprayers to supply the aerial roots, while the submerged roots hang into the flowing nutrient in the canal.
Both of these systems share fundamental characteristics, which define the aero-hydroponic method. The plants are supported above the flowing nutrient. The roots hang down through an air gap in which nutrient is sprayed, then into the moving nutrient solution below the air gap. The nutrient sprayed through the air gap is not so much intended to feed the plant, but rather to infuse oxygen into the nutrient solution wherein the feeder roots remain constantly submerged. It is these submerged roots in oxygen rich nutrient that provides most of the nutrition and oxygen for the plant. Selengkapnya download disini

A Prototype Recirculating Aquaculture-Hydroponic System by Donald M. Johnson and George W. Wardlow, Associate Professor

A prototype recirculating aquaculture-hydroponic system was developed to illustrate one of the many engineered production systems used in modern agriculture. The system provides an artificial, controlled environment that optimizes the growth of aquatic species and soil-less plants, while conserving water resources. In this system, fish and plants are grown in a mutually beneficial, symbiotic relationship.
Suggestions for using the system to integrate the teaching of math, science and technology principles are provided.
Selengkapnya download disini
Your Ad Here